Bonggol jagung telah menjadi mesin uang Eddie. Dia kembali mencari
peluang dari bahan baku lain.
Dengan kemauan,
apapun bisa disulap menjadi uang. Ini yang dilakukan oleh Edie Juandie.
Eksperimennya menjadikan bonggol jagung menjadi kerajinan yang bernilai tinggi.
Hobi membuat
kerajinan dilakoni Edie sejak kuliah di Bandung. Namun, menjalani bisnis tersebut
secara serius baru dilakoninya akhir-akhir ini. Sebelumnya, selama 16 tahun,
Edie sibuk menjadi pegawai kantoran. Tahun 1983 hingga 1998 ia bergabung pada
Grup Bakrie. Sambari bekerja, tahun 1995 ia membangun perusahaan. "Tahun
90-an saya sudah memiliki wartel dan punya karyawan hampir 100 orang,"
kisahnya.
Sayangnya,
bisnisnya mengempis dan dia terpaksa menjual asetnya sedikit demi sedikit. Dana
yang terkumpul ia gunakan untuk membuka workshop furniture kid, yakni berbagai
interior anak. Hasilnya lumayan, bahkan Edie bisa mengekspor produknya hingga
ke Itali dan Australia.
Belum genap dua
tahun, bom Bali I memporak-porandakan usahanya. "Semuanya habis,
buyer-buyer saya pun tewas menjadi korban. Ratusan juta dana yang harusnya saya
dapatkan melayang begitu saja," kenang dia.
Edie bahkan sepat
stroke. Namun semangat terus ditiupkan oleh istri dan keempat anaknya. Di awal
2003, Edie memutuskan untuk pulang ke Bogor dan memulai usaha membuat
kaligrafi, karpet, dan interior rumah lainnya berbahan dasar kayu.
Setahun kemudian,
dia beranjak ke dunia organik industri kreatif yang tak disengajanya. Suatu
hari, dia bersama teman-teman kuliahnya makan jagung di Lembang. Setelah
melahap habis jagung bakarnya, Edie kemudian mengamati bonggol yang masih
digenggamnya. "Dari situ saya terpikir untuk berkesperimen menghasilkan
peluang baru," tuturnya bersemangat.
Dua malam ia
memikirkan mau dijadikan apa bonggol tersebut. Tanpa perlu mengeluarkan rupiah
untuk bahan baku, Ia pun mulai membuat lampu meja sederhana dari
bonggol-bonggol jagung yang dikeringkan.
Sambil terus
bereksperimen, Edie melakukan uji pasar. Beberapa tahun dia hanya rutin
mengikuti pameran tanpa menjual produknya. Sambil meneruskan eksperimen, Edie
iseng-iseng menghampiri kantor Bank BNI di kota Bogor, untuk menanyakan
informasi mengenai pinjaman UKM.
Gayung bersambut.
Usaha yang bernama Natural Handicraft Ethnic memperoleh pinjaman Rp 15 juta
plus diikutsertakan dalam pelbagai pameran di dalam dan luar negeri. Dari
pameran ke pameran, produknya mulai dikenal.
Setelah berhasil
dengan bonggol jagung, Edie mulai mencari bahan baku lain. "Saya akan coba
bereksperimen dengan batang pohon singkong," bisiknya.